Risalah Aswaja Syeikh Hasyim Asy’ari
Bagian-2 ini merupakan sambungan dari Risalah Aswaja Syeikh Hasyim Asy’ari Bagian-1. Bagian
2 ini memuat pasal penjelasan tentang Bagaimana Masyarakat Jawa Berpegang Teguh
pada Madzhab Ahlussunnah Wal Jamaah, tentang Kapan Lahirnya Bid’ah dan
penyebarannya di Tanah Jawa; tentang Macam-macam Perilaku Ahli Bid’ah yang
terjadi di zaman ini, zaman di mana Risalah ini ditulis. Syeikh Hasyim Asy’ari
misalnya menulis demikian; di tahun 1330 H, muncul beberapa golongan yang
bermacam-macam, dan mulai timbul berbagai pendapat yang saling bertentangan,
isu yang bertebaran, dan pertikaian dikalangan para pemimpin. Silakan baca
selengkapnya, semoga bermanfaat.
PASALMENJELASKAN TENTANG : BAGAIMANA MASYARAKAT JAWA
BERPEGANG TEGUH PADA MADZHAB AHLI AL SUNNAH WA AL JAMA’AH TENTANG KAPAN
LAHIRNYA BID’AH DAN PENYEBARANNYA DI TANAH JAWA TENTANG MACAM-MACAM PERILAKU
AHLI BID’AH YANG TERJADI DI ZAMAN INI
Masyarakat
Muslim di pulau Jawa tempo dulu memiliki pandangan dan madzhab yang sama,
memiliki satu referensi dan kecenderungan yang sama. Semua masyarakat Jawa
ketika itu menganut dan mengidolakan satu madzhab yakni Imam Muhammad
bin Idris Al- Syafi’i dan di dalam masalah teologi atau aqidahnya
mengikuti madzhab Imam Abu Hasan al ‘Asy’ari dan di bidang
Tasawuf mengikuti madzhab Imam al – Ghazali dan Imam Abi
al Hasan al Syadili, Rodiallahu Anhum Ajma’in.
Pada perkembangan
selanjutnya di tahun 1330 H, muncul beberapa golongan yang bermacam-macam, dan
mulai timbul berbagai pendapat yang saling bertentangan, isu yang bertebaran,
dan pertikaian dikalangan para pemimpin. Diantara mereka ada yang beraviliasi
pada kelompok Salafiyyin, golongan Tradisional yang tetap
eksis berpegang teguh pada doktrin ajaran yang diinginkan Salafuna al – Sholih,
bermadzhab kepada satu madzhab tertentu, berpegang kepada kitab-kitab
mu’tabarah yang beredar, mencintai ahlul bait, para wali dan orang-orang yang
sholih, mengharap berkah mereka baik yang masih hidup maupun yang telah wafat,
melakukan ritus ibadah berupa ziarah kubur, mentalqin mayit, shadaqah untuk
mayit dan menyakini adanya syafaat atau pertolongan, kemanfaatan doa,
mengerjakan tawassul dan lain-lain.
Sebagian
dari masyarakat kita terdapat kelompok yang mengikuti pendapat Muhammad
Abduh danRasyid Ridlo, yang menyepakati pendapat yang
menyatakan bid’ahnya beberapa hal diatas sebagaimana dikemukakan oleh Abdul
Wahab al – Nadji dan Ahmad bin Taimiyah dan dua
muridnya yakni Ibnu al-Qoyyim dan Ibnu Abdi al-Hadi,
kelompok kedua ini secara tegas mengharamkan apa yang telah menjadi
kesepakatan kaum muslimin sebagai bentuk ibadah sunnah, yakni pergi untuk
menziarahi makam Rasulullah SAW. Firqoh ini secara terus menerus melakukan
penentangan keras terhadap kaum muslimin atas rutinitas yang mereka jalankan.
Imam Ibnu
Taimiyah berkata di dalam kitab Fatawinya: Ketika seseorang itu bepergian untuk
ziarah, dan ia menyakini bahwasanya menziarahi makam Rasulillah Saw itu adalah
merupakan perbuatan taat, maka hal itu diharamkan menurut Ijma atau konsensus
para Ulama’. Konsekwensi dari pengharaman ini diharapkan menjadi sesuatu yang
mampu memutuskan aktifitas tersebut.
Al-‘Allamah
Syaikh Muhammad Bakhit al-Hanafi al–Mut’i di dalam kitab risalahnya yang berjudulThahiru
al-Fuad min Danasi al tiqod mengatakan: Kehadiran firqoh atau
sekte-sekte pemecah belah ini memberikan cobaan tersendiri pada mayoritas kaum
muslimin baik mereka yang salaf, kelompok tradisionalis maupun
generasi khalaf, atau kelompok modernis, sehingga kaum muslimin
ketika itu semacam tertimpa musibah keretakan dan perpecahan dikalangan mereka.
Ibarat anggota tubuh terkena penyakit yang menular, kemudian ia harus
memotongnya agar tidak menjalar atau menular pada anggota tubuh yang lain.
Firqoh ini seolah-olah seperti penyakit lepra yang harus kita hindari sejauh
mungkin.
Sungguh
sekte ini merupakan segolongan kaum Muslim yang mempermainkan agama
mereka sendiri, mereka mencaci maki para Ulama Salaf dan Khalaf,
kelompok agama yang mempermainkan agama ini berkata : “Mereka semua
para Ulama adalah bukanlah orang-orang yang ma’sum, tersucikan, terhindar dari
kesalahan dan dosa, maka tidaklah selayaknya untuk taqlid kepadanya, sama saja
apakah mereka saat ini masih hidup ataukah sudah wafat”. Selalu saja
mereka mencaci maki para Ulama dan mengobarkan shubhat, mereka sebarluaskan
kesamaran tersebut dihadapan dhu’afa, dan mereka berupaya untuk membutakan
pandangan orang-orang yang lemah agamanya tersebut atas diri mereka. Kesemuanya
itu dimaksudkan untuk mengobarkan permusuhan dan saling membenci, mereka
berusaha mencari simpati dan popularitas sehingga dengan leluasa mereka dapat
berbuat kerusakan di muka bumi.
Mereka
berkata: Kebohongan harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT, padahal
mereka semua mengetahui, bahwa apa yang mereka katakan adalah untuk mengelabuhi
masyarakat awam, agar orang orang awam ini menyangka bahwa merekalah orang
orang yang mengemban tugas Amar Ma’ruf Nahi Mungkar, merekalah orang-orang yang
senantiasa memotivasi dan meyakinkan kepada manusia untuk tetap mengikuti syara
dan menjauhi bid’ah.
Berkaitan
dengan ini Allah-lah Dzat yang menjadi saksi bahwa sesungguhnya
sekte inilah yang pada hakikatnya merupakan komplotan orang-orang yang menempuh
jalan bid’ah dan menuruti hawa nafsu.
Al-Qodli
‘Iyad di
dalam kitab Al Syifa berkata: Kerusakan yang terbesar akibat
ulah firqah ini adalah terjadinya distorsi pemahaman agama, dan kerusakan
itupun merambah ke dalam persoalan-persoalan dunia sebagai akibat dari
provokasi mereka terhadap kaum muslimin untuk bersengketa di dalam masalah
agama yang kemudian merambat ke dalam urusan-urusan dunia.
Imam
Al-‘Allamah Mullauddin Aly al Qariy mengisyaratkan problematika ini di dalam kitab
syarahnya:
وقد حرم الله
تعالى الخمر والميسير لهذه العلة قال الله تعالى: انما يريد الشيطان ان يوقع بينكم
العداوة والضاء فى الخمر والميسير
Sungguh
Allah Ta’ala mengharamkan khomer dan perjudian karena alasan ini, sebagaimana
ditegaskan dalam firman Allah: Sesungguhnya Syaitan bermaksud untuk
mendatangkan sikap permusuhan dan saling membenci diantara kalian semua melalui
khomer dan perjudian.
Termasuk
dalam katagori gerakan baru yang muncul di pulau Jawa adalah sekte Syi’ah
Rafidloh, yakni golongan yang mencela sahabat Abu Bakar al-Shiddiq dan
Sayyidina Umar Bin Khattab RA, golongan ini juga membenci para sabahat RA, dan
berlebih-lebihan dalam mencintai dan fanatik terhadap Sayyidina Ali RA dan Ahli
bait. Sayyid Muhammad di dalam syarah Al – Qomus al – Munith berkata:
sebagian dari mereka telah beridentitas sebagai kafir Zindiq, mudah-mudahan
Allah menjaga kita dan kaum Muslimin semuanya.
Al – Qodli
‘Iyad di dalam kitab Al-Syifa juga meriwayatkan sebuah hadits dari Abdullah bin
Mughoffah RA ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda: “Takutlah kalian semua
kepada Allah SWT, takutlah kalian semua kepada Allah SWT dan berhati-hatilah
kalian semua dalam menyikapi para sahabatku, mudah-mudahan Allah memberikan
penjagaan kepada para sahabatku, janganlah kalian semua bermaksud buruk dan
menganiaya mereka setelah kematianku. Barang siapa mencintai mereka maka dengan
sepenuh hati aku mencintainya, Barang siapa membenci mereka maka dengan segala
kebencianku pula aku membencinya. Barang siapa membenci dan menyakiti mereka
berarti ia menyakitiku, barang siapa menyakitiku maka berarti menyakiti Allah,
dan barang siapa menyakiti Allah maka bersiaplah untuk menerima adzhab Allah”.
Dan
Rasulullah Saw bersabda:
لاتسبوا
اصحابي فانه يجئ قوم فى أخر الزمان يسبون اصحابي فلاتصلوا عليهم ولاتصلوا معهم
ولاتناكحوهم ولاتجالسوهم فان رضوا فلاتعودوهم
Janganlah
kalian semua mencaci maki para sahabatku, karena sesungguhnya akan datang di
akhir zaman nanti, sekelompok kaum yang mencela sahabatsahabat ku, maka
janganlah kalian semua mensholati janazah mereka, janganlah kalian semua sholat
bersama mereka, janganlah kalian semua menjalin pernikahan dengan mereka.
Jangan pula kalian berdiskusi bersama mereka, jika mereka sakit, maka jangan
jenguk mereka.
Dan dari
Rasulullah Saw. Beliau bersabda:
من سب اصحابى
فاضربوه
“Barang
siapa mencela sahabat-sahabatku maka bunuhlah dia“.
Pernyataan
keras Nabi ini menjelaskan kepada kita bahwa siapa saja yang menyakiti para
sahabatnya maka berarti ia menyakiti Nabi, dan menyakiti Nabi Saw adalah haram.
Rasulullah Saw bersabda:
لاتؤذون فى
اصحابى ومن اذاهم فقد اذانى, وقال لاتؤذونى فى العائشة, وقال فى فاطمة رضي الله
عنها بضعة منى يؤذينى مااذاها
Janganlah
kalian semua menyakitiku melalui para sahabatku, barang siapa menyakiti
sahabat-sahabatku berarti ia menyakitiku, dan Nabi juga bersabda, jangalah
kalian menyakitiku dengan cara menyakiti Aisyah dan Nabi bersabda pula ;
janganlah pula dengan cara menyakiti diri Fatimah RA karena ia adalah keratan
darah dagingku, menyakitiku segala yang menyakitkan dirinya Muncul juga
sekelompok kaum yang lantas disebut sebagai sekte Abahiyyun yakni golongan yang
memperkenankan untuk melakukan apa saja yang disukai, mereka berkata
Sesungguhnya seorang hamba, ketika ia telah sampai kepada puncak rasa cintanya,
dan hatinya telah suci dan terbersihkan dari sifat lupa, dan dia telah memilih
iman daripada kufur dan kekufuran, maka gugur dan terbebaskanlah ia dari
tuntutan perintah dan larangan. Dan tidaklah Allah akan memasukkannya ke neraka
sebab melakukan dosa-dosa besar.
Sebagian
dari mereka juga berkata: Bagi seorang hamba yang telah sampai pada puncak
posisi mahabbah, maka gugurlah baginya kewajiban untuk melaksanakan
ibadah-ibadah yang dlohir, maka yang menjadi substansi ibadahnya adalah
bertafakkur dan mempercantik akhlaq batiniahnya. Syayid Muhammad di dalam Syarah
Ihya nya berkata: Pernyataan ini adalah kufur zindik dan
kesesatan, tetapi golongan Abahiyyun ini memang sudah ada
sejak zaman dulu, penganutnya adalah orang-orang bodoh dan sesat mereka tidak
memiliki pemimpin yang mengerti tentang ilmu syari’at sebaagimana layaknya.
Muncul pula
aliran yang lantas memproklamirkan diri sebagai Tanasukhil al-Arwah, kelompok
yang mengaku sebagai titisan ruh-ruh yang selalu berpindah-pindah
selama-lamanya dari satu jasad seseorang ke jasad yang lain baik sejenis maupun
berlainan jenis. Mereka menyangka bahwa siksaan dan kenikmatan yang dirasakan
oleh Arwah tersebut didasarkan atas pertimbangan bersih dan kotornya arwah
tersebut. Imam al-Syihab al-Khofaji di dalam syarahnya
kitab Al-Syifa berkata: Sungguh ahli syari telah mengkafirkan
mereka karena muatan pendapat-pendapatnya ternyata melakukan pembohongan
terhadap Allah, Rasul-Nya, dan kitab suci-Nya.
Sebagian
lagi ada yang menganut ajaran Hulul dan Ittihad,
mereka adalah orang-orang yang menjalankan tasawufnya dengan kebodohan, mereka
berkeyakinan bahwa Allah swt. adalah wujud yang mutlak. Sesungguhnya selain
dari pada Allah tidaklah ia memiliki sifat Al-Wujud sama sekali, sehingga bila
dikatakan Al-Insanu Maujudun maka makna yang dikehendaki
adalah bahwa manusia itu memiliki hubungan dengan Al Wujud al Mutlaq
yakni Allah Ta’ala.
Al Allamah
al Amir di dalam kitab Hasyiyah-nya Imam Abdi al-Salam, beliau
berkata: Ucapan dengan interpretasi di atas, merupakan kufur yang shorih,
karena tidaklah mungkin terjadi yang namanya hulul dan ittihad. Bila hal
tersebut benar terjadi pada diri para pembesar wali maka kejadian itu harus
dita’wili dengan sesuatu yang cocok dengan kondisi dan derajat kewalian mereka.
Sebagai mana fahamWahdati al Wujud yang mereka anut. Seperti
ucapan mereka;
ما فى الجبة
الا الله
(Tidak ada
di dalam jubah ini kecuali Allah)
Mereka
menghendakinya dengan makna bahwa apa saja yang ada di dalam jubah bahkan
apapun yang wujud di dalam seluruh alam ini, tidaklah ia terwujud kecuali atas
kehendak Allah, Syaikh Muhammad al Safarini berkata di dalam kitab Lawaaihu
al-Anwar: Sebagian dari tanda sempurnanya kema’rifatan adalah kemampuan
seorang hamba untuk menyaksikan Tuhannya.
Setiap Arif
(orang yang ma’rifat) selama ia masih menafikan pengetahuan atas Tuhannya pada
waktu apapun maka bukanlah ia dinamakan sebagai Arif tetapi hanya disebut
sebagai Shohibul Haali dimanaSyuhudihi Robbahu – nya,
(penyaksiannya terhadap realitas Tuhannya) hanya terjadi pada waktu-waktu
tertentu saja. Nah, keberadaan Shohibul Haali ini sama dengan orang yang mabuk,
dimana pengetahuan spiritualnya belumlah cukup mengukuhkan eksistensinya
sebagai seorang Arif.
Menjadi
jelaslah bahwa apa yang dimaksud dengan Wahdati al Wujud dan
Al Ittihad dalam madzhab tasawuf adalah bukanlah hanya sekedar
menggunakan parameter apa yang dhohir saja atau atas dasar persangkaan belaka.
Dengan demikian pernyataan/statemen para penyembah berhala yang
mengatakan bahwa: Kita tidak menyembah berhala ini kecuali hanya
menjadikannya sebagai lantaran agar kita dapat mendekatkan diri kepada Dzat
Allah. Bagaimana mungkin pelaku sedemikian (Wahdati Al-Wujud) dianggap sebagai
orang-orang yang ma rifat (Arifin).
Padahal
makna yang subtansial dari Ittihad itu sendiri adalah sebagaimana dikatakan
oleh Al- Aarif:
وعلمك أن كل
أمر امرى * هو المعنى المسمى بالا تحاد
Pengetahuan
anda atas segala sesuatu adalah urusan saya, inilah makna yang sesungguhnya
dinamakan sebagai Al-Ittihad.
Untuk itu
jelaslah bahwa setiap umat Islam memiliki kemampuan dan kesempatan untuk meraih
maqom ini walaupun pada tingkat yang berbedabeda. Sengaja saya membahas
secara panjang lebar terhadap sekte/golongan ini, karena saya menyaksikan bahwa
golongan inilah yang sesungguhnya paling membahayakan terhadap kaum Muslimin
dibandingkan bahaya yang dimunculkan oleh kaum kafir dan mubtadi’in, para ahli
bid ah. Karena mayoritas manusia mengagungkan golongan ini dan begitu
antusiasnya ia mendengarkan fatwa-fatwa mereka dengan ketidak mengertiannya
terhadap uslub-uslubatau gramatika bahasa arab.
Imam Asmu’i
meriwayatkan sebuah hadits dari Imam Kholil dari Abi Amrin bin A’la , beliau
berkata :
اكثرمن تزندق
بالعراق لجهله بالعربية وهم باعتقاده الحلول والاتحاد كفرة
Kebanyakan
orang yang kafir zindik dari penduduk Irak adalah disebabkan oleh ketidakmengertian
mereka terhadap literatur Arab mayoritas dari mereka menjadi kufur karena
keyakinan mereka yang salah terhadap pemahaman Hulul dan Ittihad .
Qodli Iyadh
didalam kitabnya Al Syifa mewanti-wanti : Sesungguhnya setiap bentuk perkataan
yang secara sharih, terang-terangan menafikan atau menghilangkan sifat
ketuhanan dan ke Maha Esaannya, melakukan penyembahan terhadap selain Allah
atau mempersekutukan Allah pada sesembahannya adalah merupakan bentuk kekufuran
yang nyata. Seperti juga ucapan-ucapan yang dikeluarkan oleh KaumDuhriyah,
Nasrani, Majusi, dan orang-orang yang mempersekutukan Allah dengan
menyembah berhala, Malaikat, Syetan, Matahari, bintang-bintang, dan menyembah
api ataupun selain daripada Allah. Demikian juga kekufuran itu terjadi pada
orang-orang yang menyakini adanya Hulul (menempatnya
Dzat Allah pada diri makhluk) dan terjadinya Al – Tanasukh (Ruh
Allah SWT menitis pada diri seorang hamba).
Kekufuran
itu dapat pula terjadi pada orang yang mengakui ketuhanan Allah dan ke-Maha
Esaannya tetapi ia menyakini bahwa Allah tidaklah hidup atau bukanlah Dzat yang
Qadim (terdahulu), atau sesungguhnya Allah adalah dzat yang hadits (baru
datang) dan memiliki bentuk, atau menyangka bahwa Allah memiliki anak istri,
dan bahkan ia terlahirkan dari sesuatu yang maujud sebelum-Nya, atau
sesungguhnya ada sesuatu selain Allah yang menyertai- Nya di zaman Azali, atau
menyakini bahwa ada Dzat lain selain Allah yang menciptakan dan mengatur alam
ini. Semua keyakinan dan anggapan sebagaimana disebut di atas merupakan
bentuk kekufuran menurut ijma kaum muslimin.
Demikian
juga kekufuran itu terjadi pada seseorang yang menganggap dirinya dapat duduk
bersama Allah, menyertai-Nya naik ke Arasy, berbincangbincang dengan-Nya dan
meyakini dapat menyatunya Dzat Allah pada diri seseorang sebagaimana yang
difahami oleh sebagian kaum Tasawuf, aliran kebatinan dan orang-orang Nasrani.
Termasuk
bentuk kekufuran yang lain adalah: seseorang yang menyakini sifat ketuhanan dan
ke Maha Esaan Allah tetapi ia menentang pokok-pokok kenabian secara umum atau
konsepsi-konsepsi kenabian kita Muhammad Saw secara khusus. Atau salah satu
dari para nabi, dimana hal itu terjadi setelah ia mengetahui konsepsi konsepsi
nash-Nya, maka tanpa keraguan ia dihukumi kafir. Demikian pula menjadi kafir
seseorang yang menyatakan bahwa Nabi kita Muhammad Saw adalah bukanlah ia yang
berdomisili di Makkah dan Hijaz.
Kekufuran
itu juga akan terjadi sebab beberapa hal berikut ini, antara lain : Seseorang
yang mengakui terutusnya Nabi yang lain bersamaan dengan kenabian Nabi Muhammad
SAW atau masih akan ada Nabi lagi setelah kenabian Nabi Muhammad SAW juga
seorang yang mengklaim bahwa kenabian Muhammad Saw adalah hanya dikhususkan
untuk kalangan atau golongannya sendiri (bukan Nabi yang Rahmatan lil alamin).
Demikian juga terjadi kekufuran apa bila ada seorang yang kondang sebagai ahli
tasawwuf, tetapi hingga kebablasan ia menyatakan diri bahwa ia menerima wahyu
dari Allah Ta ala walaupun ia tidak sampai mengaku-aku menjadi Nabi.
Imam Yusuf
al Ardhabili di dalam kitab Al Anwar-nya memberikan pernyataan yang
tegas bahwa : Dapatlah dipastikan kekafiran itu terjadi pada setiap orang yang
mengucapkan suatu perkataan yang sebab ucapan itu umat menjadi terjerumus pada
lembah kesesatan, apalagi bila sampai meng-kafirkan sahabat, termasuk juga
setiap orang yang melakukan perbuatan dimana pekerjaan itu tidaklah muncul atau
bersumber kecuali dari orang-orang kafir seperti sujud pada salib atau
menyembah api, atau pergi menuju ke gereja-gereja bersama pengikut-pengikut
gereja dengan mengenakan atribut-atribut yang juga dipakai oleh ahli-ahli
gereja seperti memakai ikat pinggang atau yang lainnya.
Demikian
juga ia yang mengingkari eksistensi Makkah, Ka’bah, ataupun Masjidil Haram
bilamana hal itu muncul dari seorang yang menurut pandangan kita ia sebenarnya
tau dan memahami bahwa kenyataannya pergaulan mereka adalah dengan orang-orang
Islam.
Bersambung
ke Risalah Aswaja Syeikh Hasyim Asy’ari Bagian-3
Sumber
: http://pcnucilacap.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar