Di Indonesia
banyak sekali aliran yang bercorak kebatinan. Di antaranya tarekat dan aliran
kebatinan Kejawen. Keduanya memang memiliki kesamaan, tapi di sisi lain juga
berseberangan dalam banyak hal. Aliran Kejawen mengajarkan, salah satunya, tapa
pendhem. Pelakunya ditanam layaknya orang meninggal. Mereka yang berhasil,
konon bisa menjadi sakti, mengetahui peristiwa di tempat yang jauh, bisa
menebak isi hati orang, dan Iain-Iain. Sebaliknya, aliran tarekat tidak
mengajarkan kesaktian. Tarekat mengarahkan pengikutnya agar hatinya bersih,
sabar, dan mencari kerelaan Tuhan semata. Jadi, meng¬ajarkan dan mengamalkan
ajaran Islam dengan baik dan benar, sehingga orang itu menjadi beriman dan
bertaqwa kepada Allah SWI
Pertanyaan
saya, pertama, seandainya ke-dua aliran tersebut dipersandingkan, apakah
Kejawen yang lebih unggul daripada tarekat, atau sebaliknya? Kedua, seandainya
ada pengikut aliran ta¬rekat minta agar bisa sakti, bagaimana solusi-nya?
Apakah harus bergabung dengan aliran Kejawen? Apakah Kejawen itu bisa dianggap
ilmu hitam?
Bagi
pengikut tarekat, karamah (yang bagi orang lain bisa saja dianggap kesaktian -
Red.) bukanlah tujuan. Karamah itu, bagi para kekasih Allah, tanpa diminta pun,
Allah Taala akan memberinya. Itu bukan merupakan kebanggaan. Sekali lagi, itu
bukan tuju¬an bagi para waliyullah. Kalau mereka diberi kelebihan yang luar
biasa sebagainana di-anugerahkan kepada Syaikh Abdul Oadir Jailani, misalnya,
itu semata-mata karena kekuasaan Allah. Bahkan mereka sebenarnya malu kepada Allah
SWT apabila diberi ke¬lebihan yang luar biasa.
Kalau
seseorang sudah dekat dan semakin dekat dengan Allah SWT, mungkin-kah ada ilmu
yang bisa mengalahkan orang yang dekat kepada Sang Pencipta? Kami tidak
bermak-sud mengatakan bahwa ilmu yang dipelajari dan di-amalkan dalam aliran
Kejawen itu lebih rendah, tidak sama sekali. Tapi, sekali lagi, apakah orang
yang sudah dekat benar kepada Allah SWT bisa dikalahkan?
Namun,
ingat, orang yang tidak mempan ditembak atau dibacok itu belum tentu orang yang
selalu melakukan pendekatan kepada Allah. Sebab, itu terkadang bisa menimbulkan
kesombongan dan berakibat menjauhkan dirinya dari Allah SWT. Terkecuali
orang-orang yang makrifatnya tinggi. Dia akan lebih memahami makna dan rahasia
kebesaran ayat-ayat Allah. Jadi semua itu tergantung pada manusianya.
Tidak semua
ilmu Kejawen itu beraliran hitam. Perlu diketahui, ilmu Kejawen dirintis oleh
tokoh-tokoh ulama pada zaman Wall Sembilan dulu dan para ulama sesudahnya.
Mereka itu mencari jalan untuk menerjemah-kan kitab-kitab fiqih dan kitab-kitab
tasawuf, khususnya ke dalam bahasa Jawa. Maka kitab itu disebut kitab Kejawen,
karena per alihan bahasa dari bahasa Arab ke dalam bahasa Jawa, baik yang Kawi
maupun krama inggil. Misalnya,, kitab karya Kial Saleh Darat Semarang. Kitab
Majmu' dan kitab Munjiyat, misalnya, telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa,
sehingga sering disa-ahsangkai, disebut kitab Kejawen.
Penerjemahan
kitab-kitab itu bermaksud memberi jembatan (pada waktu itu) bagi penganut agama
pada waktu itu (zaman Wali Sembilan atau sesu¬dahnya) untuk memudah-kan
memahami agama yang baru, yaitu Islam, dari agama sebelumnya. Para au/iya itu
memberikan warna tersendiri dalam dunia ta¬sawuf, dan dari situlah muncul
Kejawen. Misalkan orang bertapa, dalam Islam bertapa ini kemudian diganti
de¬ngan khalwat, menyendiri. Dalam khalwatnya mereka selalu menjaga wudhu, dan
tidak boleh melepaskan dzikir kepada Allah SWT.
Memang ada
ilmu Kejawen yang bertujuan semata-mata mencari kesaktian,termasuk untuk
pengobatan dan sebagainya. Ada pula ilmu Kejawen yang tumbuh terlepas dari
ajaran Islam. Nah, dari sinilah kita harus pandai-pandai memilah da¬lam masalah
ini.
Seperti
contoh tapa pendhem, itu tidak ada di dalam Islam. Begitu juga dalam tarekat.
Dalam Islam sudah ada aturan untuk puasa atau shiyam, yaitu puasa tidak makan
dan minum serta tidak berhubungan suami-istri dari subuh hingga maghrib. Karena
itu, kalau ada yang berkata bahwa tapa pen¬dhem dipercayai akan memberikan
kesak¬tian, kita sebagai kaum muslim patut berhati-hati. Bisa-bisa itu adalah
ulah setan. Jika kita percaya kepada kepercayaan semacam itu, dikhawatirkan
kita akan jatuh pada kesyirikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar