Sikap Salah terhadap Imam Empat
Pengantar
...
Imam empat madzhab, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam asy-Syafi'i
dan Imam Ahmad bin Hanbal merupakan sosok di antara imam mujtahid
terdepan bagi kaum muslimin. Melalui mereka umat Islam mendapatkan
keberkahan ilmu yang melimpah, sehingga ajaran Islam tersebar di penjuru
dunia, meskipun di antara mereka terdapat perbedaan pendapat dalam
berijtihad.
Namun sayang, kaum muslimin yang tidak faham
tentang Islam terkadang beranggapan, bahwa perbedaan pendapat para imam
itu dianggap sebagai perbedaan hakiki. Sehingga ada kalanya menyebabkan
gesekan dan perpecahan antar kaum muslimin pendukung madzhab satu dengan
yang lain, yang andaikan para imam itu tahu tentu akan melarang dan
mencela hal tersebut.
Untuk itu perlu kiranya dijelaskan
kepada kaum muslimin tentang beberapa kekeliruan sikap mereka terhadap
para imam madzhab empat. Dengan demikian kita telah bersikap
proporsional dan adil terhadap mereka dan meletakkan persoalan pada
tempat nya. Di antara kekeliruan yang perlu untuk diluruskan terkait
dengan sikap kita terhadap imam yang empat adalah:
Pertama;
Adanya Beberapa Madzhab Difahami sebagai Perbedaan Aqidah
Sebagian kaum muslimin mengira bahwa adanya beberapa madzhab adalah
merupakan gambaran dari perbedaan dalam masalah aqidah. Sebenarnya salah
paham ini termasuk masalah klasik, karena pada masa Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah pernah ada seseorang yang mengajukan pertanyaan, meminta
kepada beliau untuk menjelaskan masalah-masalah aqidah yang sesuai
dengan madzhab asy-Syafi'i (Ibnu Taimiyah dikenal bermadzhab
Hanbali-red). Maka Syaikh menjawab, "Madzhab asy-Syafi'i (dalam aqidah)
adalah madzhab seluruh imam, dan madzhab para imam adalah apa yang telah
dipegang oleh para shahabat dan pengikut mereka yang setia, yaitu
segala yang ada dalam al-Qur'an dan as-Sunnah." Dan dalam sebuah dialog
yang membicarakan kitab "Aqidah Wasithiyah", seorang hakim yang hadir
bertanya kepada Syaikhul Islam, "Anda telah mengarang kitab tentang
aqidah Imam Ahmad, sehingga anda katakan ini adalah i'tiqad Imam Ahmad."
Maka Syaikh menjawab bahwa aqidah tersebut adalah aqidahnya para Imam
dan salaful ummah yang mereka warisi dari Nabi Muhammad shallallahu
‘alihi wa sallam , maka aqidah ini adalah aqidah Muhammad shallallahu
‘alihi wa sallam."
Dan di masa ini, salah paham terhadap
perbedaan pendapat para imam bukan hanya menimpa individu muslim saja,
namun lebih dari itu telah merambah pada tingkat publikasi dan
penyebaran pemahaman yang keliru. Bahkan sampai tingkat mendirikan
sebuah markas, pencetakan kitab-kitab, dan penerbitan berbagai makalah
yang berlandaskan pada kesalahpahaman. Seperti adanya lembaga "Dar
at-Taqrib" di Mesir yang telah menerbitkan sebuah kitab dengan judul
"Mas'alatu at-Taqrib". Misi dan visi dari lembaga itu intinya adalah
penyejajaran enam madzhab, Hanafi, Maliki, asy-Syafi'i, Hanbali,
az-Zaidi dan Itsna 'Asyari (dua yang disebut terakhir adalah
rafidah/syi'ah). Mereka hendak menyejajarkan antara imam empat dengan
firqah bid'ah yang menyelisihi as-Sunnah dalam aqidah. Ini merupakan
penipuan yang sangat besar, bagaimana bukan penipuan sedangkan mereka
telah menciptakan khilaf (dalam aqidah) yang tidak pernah terjadi.
Seluruh imam madzhab fikih (madzhab empat) tidak pernah menyediakan
tempat sedikitpun bagi mereka untuk berpecah belah.
Lain dari
pada itu, penyejajaran dengan firqah bid'ah tersebut secara tidak
langsung merupakan klaim bahwa perbedaan antar imam empat adalah
perbedaan dalam masalah aqidah/ushuluddin. Maka terkesan bagi sebagian
orang bahwa perbedaan antara madzhab Hanbali dengan Syafi'i atau Maliki
atau Hanafi adalah sama dengan perbedaan mereka dengan rafidhah. Jadi
mereka menjadikan perbedaan ijtihadiyah sama dengan perbedaan aqidah,
dan mungkin masih banyak umat Islam yang punya pemahaman demikian.
Atau kalau tidak, hal itu akan mengesankan bahwa tidak ada perbeda an
yang berarti antara rafidhah dengan Imam ahlussunnah yang empat dalam
masalah aqidah. Dan kalau toh ada perbedaan, maka hanya dalam masalah
sepele saja dalam hal furu' (cabang), sehingga umat Islam secara umum
menyangka bahwa aqidah batilnya kaum rafidhah adalah juga haq (benar).
Ini merupakan bentuk menghukumi kebatilan dengan kebenaran, dan menutup
pintu hidayah bagi orang-orang awam rafidhah yang tertipu, sehingga
mereka (kaum rafidhah) berkeyakinan bahwa apa yang diyakini oleh
ahlussunnah tidak berbeda dengan keyakinan mereka, akhirnya mereka kaum
rafidhah bila bertanya tentang kekeliruan mereka bukan lagi kepada kaum
ahlissunnah. Atau jika mereka mengeluhkan kekeliruan pemikiran dan
keyakinan mereka yang bertentang an dengan fitrah maka dikatakan bahwa
kekeliruan berpikir juga terjadi pada ahlissunnah.
Di dalam
anggaran dasar Jama'ah Taqrib ini, pada butir ke dua disebutkan bahwa
tujuan lembaga adalah untuk menyatukan kalimat para pemilik madzhab
Islamiyah (termasuk syi’ah-pen) yang mana -menurut jama'ah tersebut-
mereka berbeda pendapat hanya dalam masalah yang tidak menyentuh pada
keyakinan-keyakinan yang wajib untuk diimani.
Perhatikan
kesalahan fatal mereka yang tidak membedakan antara istilah madzhab
dengan firqah atau thaifah. Madzhab hanyalah pendapat yang terkait
dengan masalah fikih ijtihadiyah dan masih dalam lingkup ahlussunnah,
sementara syi'ah adalah firqah, kelompok atau thaifah tersendiri di luar
ahlissunnah. Jelas salah fatal ketika mereka menyebut sebagai
pendekatan atau penyatuan madzhab enam, yaitu empat madzhab
sunnah(Hanafi,Maliki, Syafi'i dan Hanbali) serta dua kelompok atau
firqah (Zaidiyah dan Syi'ah Itsna 'Asyariyah).
Oleh karena itu
umat Islam jangan sampai punya persangkaan bahwa perbedaan pendapat
antara imam empat merupakan perbedaan dalam masalah aqidah dan
keyakinan, sebagaimana perbedaan yang terjadi antara syi'ah dengan
ahlissunnah. Seluruh imam empat aqidahnya sama dan satu, maka madzhab
para imam ahlussunnah, termasuk empat imam tidak perlu lagi terhadap
ajakan penyatuan, karena mereka tidak pernah berpecah belah. Dengan kata
lain, sejak awal mereka memang telah bersatu hingga akhir hayat mereka
Maka tidak diragukan lagi seruan untuk menyatukan imam madzhab
yang empat adalah seruan keliru, dan merupakan bentuk mengusahakan
sesuatu yang telah berhasil alias kesia-siaan belaka. Imam empat adalah
satu keluarga dalam pengabdian mereka terhadap agama. Mereka semua rujuk
terhadap al-Kitab, as-Sunnah, dan berhujjah dengan ijma' dan qiyas
sehingga fikih Islam menjadi matang di tangan mereka.
Kemudian
klaim mereka bahwa perbedaan antar imam empat dengan zaidiyah dan itsna
asyariyah hanya dalam masalah yang tidak menyentuh aqidah, maka hal itu
tidak sesuai dengan fakta. Orang-orang rafidhah mengafirkan siapa saja
yang tidak meyakini imam mereka yang dua belas, artinya ahlussunnah
adalah berbeda di mata mereka dalam masalah aqidah. Kemudian sikap orang
syiah terhadap al-Qur'an dan as Sunnah, ijma' shahabat dan semisalnya,
apa hal itu tidak terkait dengan akidah?
Ke dua; Anggapan
bahwa Perbedaan Tanawwu' (variatif) Para Imam adalah Perpecahan.
Sebagian kaum muslimin tidak dapat memisahkan antara ikhtilaf tanawwu'
(variasi) dengan ikhtilaf tadhad (pertentangan) sehingga perbedaan yang
terjadi antar imam empat dianggapnya sebagai perbedaaan yang
mengharuskan perpecahan dan perselisihan. Padahal antara kedua ikhtilaf
ini terdapat perbedaan yang sangat jauh, yaitu:
-Ikhtilaf
tanawwu' (variasi) bukanlah ikhtilaf hakiki. Oleh karena itu tidak
selayaknya menimbulkan perpecahan dan perselisihan, karena masing-masing
pendapat adalah benar. Di antara bentuk perbedaan tanawwu' adalah
sebagai berikut:
Perbedaan dalam lafal dan ungkapan ketika
menafsirkan suatu nash tertentu.
Perbedaan ketika menyebutkan
sifat, jenis atau macam.
Perbedaan dalam mengambil pelajaran
dari sebuah teks dalil.
Semua yang tersebut di atas merupakan
sebagian contoh dari ikhtilaf tanawwu'. Demikian pula ikhtilaf dalam
masalah ijtihadiyah sebagaimana yang terjadi pada imam yang empat.
-Ikhtilaf tadhad adalah perbedaan pendapat yang saling bertentangan
sehingga kedua pendapat tersebut saling menafikan atau menolak, maka
salah satu di antara keduanya tidak diragukan lagi pasti ada yang salah.
Ke tiga; Berhujjah dengan Sebagian Pengikut Imam lalu
Menisbatkan kepada Sang Imam.
Sebagian orang ada yang
mengambil perkataan atau pendapat pengikut imam empat, lalu menisbatkan
ucapan atau pendapat tersebut kepada sang imam madzhab. Orang yang
melakukan itu kebanyakan para mubtadi'ah (pelaku bid'ah) yang hobi
menyebarkan isu-isu dan fitnah di dalam barisan kaum muslimin. Mereka
melakukan talbis (kamuflase) di hadapan umat Islam, sedangkan mereka
tidak memiliki satu hujjah pun dalam masalah tersebut. Mereka nisbatkan
secara langsung suatu perkataan atau pendapat kepada Imam yang
bersangkutan, padahal yang berpendapat adalah pengikutnya.
Ada
juga sebagian orang yang menisbatkan dirinya sebagai pengikut imam
tertentu dalam masalah furu'lalu merambah kepada masalah aqidah, padahal
aqidahnya berbeda dengan sang imam. Mereka disebut atau menyatakan diri
sebagai Hanafi, Maliki, Syafi'i atau Hanbali namun ternyata aqidahnya
berbeda dengan para imam itu. Mereka seakan-akan ingin mendongkrak
pamornya dengan menisbatkan diri kepada salah satu imam, atau paling
tidak hal itu untuk mencari pembenaran atas kekeliruan nya dengan
mencatut nama besar para imam, dan ini adalah suatu kezhaliman.
Maka tidak mengherankan jika ada orang yang menisbatkan diri sebagai
Hanafi (pengikut imam Abu Hanifah) namun ternyata dia seorang karamiyah
mujassimah ( yang menyamakan sifat Allah dengan fisik makhluk), ada pula
orang yang menisbatkan diri kepada imam Ahmad atau imam asy-Syafi'i
namun ternyata dia adalah musyabbihah atau mujassimah. Di antara orang
yang menisbatkan diri kepada Malikiyah juga ternyata ada yang mu'athilah
(menolak sifat Allah) dan lain sebagainya.
Ahlussunnah
bukanlah penisbatan diri kepada imam empat, namun dengan mengikuti
al-Qur'an dan as-Sunnah serta ijma'. Meskipun seseorang tidak menyatakan
diri sebagai pengikut imam tertentu, kalau dia beramal sesuai dengan
tuntunan al-Qur'an dan as-Sunnah serta mengikuti petunjuk para salaf dan
imam maka dia adalah ahlussunnah. Iman bukan sekedar angan-angan dan
bangga dengan seseorang namun iman adalah keyakinan hati dan pembuktian
dengan amal perbuatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar