2. Iradatukat tajriid, ma’a iqamatil Laahi
iyyaaka fil asbaab minas syahwatil khofiyyah. Wa iraadatukal asbaab ma’a
iqamatil Laahi iyyaaka fit tajriid inchithaatu ‘anil himmatil ‘aliyyah (Keinginanmu
untuk ber Tajrid /
tidak bekerja dan mengandalkan kemurahan Allah padahal
Allah menempatkan kamu pada maqam Asbab
/ harus bekerja untuk mendapatkan rizki, yang
demikian ini termasuh syahwat yang sangat halus dan lembut. Dan keinginanmu
untuk berada pada maqam Asbab
padahal Allah menempatkan dirimu pada maqam tajrid
, maka yang demikian ini adalah terjatuh dari himmah yang tinggi).
Yang
dimaksud asbab
adalah aktifitas yang menyebabkan seseorang mendapatken sesuatu dari harta
dunia misalnya bekerja untuk mendapatkan rizki untuk menafkahi diri sendiri
maupun keluarga. sedangkan yang dimaksud Tajrid
adalah ketidak adanya aktifitas tersebut/ berusaha mendapatkan rizki
dikarenakan sudah kuat tawakalnya kepada Allah yang telah menjamin rizki semua
makhluk. Oleh karena itu barang siapa yang ditempatkan Allah ada maqam asbab kemudian ia ingin
keluar dan berpindah ke maqam tajrid
maka yang demikian ini adalah termasuk syahwat
yang sangat halus dan lembut yang terkadang orang tidak menyadari bahwa
dorongan tersebut berasal dari hawa nafsu. Dan dinamakan syahwat adalah
dikarenakan oleh tidak adanya kerelaan hati terhadap apa yang dikehendaki oleh
Allah Ta’ala kepadanya sedangkan yang ia kehendaki berlawanan dengan
kehendakNya. Dan dinamakan syahwat yang halus atau lembut adalah karena ia
tidak bermaksud dengan keinginannya tersebut untuk mendapatkan balasan dunia,
akan tetapi sebenarnya yang ia maksudkan adalah hanya untuk mendekatkan diri
kepada Allah. Akan tetapi dengan keinginannya untuk berpindah dari apa yang
telah Allah tetapkan baginya adalah termasuk menguraangi adab atau tata krama
antara dia dengan Tuhannya, dan juga penilikannya kepada maqam yang tinggi padahal
belum sampai waktunya baginya.
Adapun
tanda-tanda seseorang ditemaptkan Allah pada maqam asbab apabila ia tetap tetap tenang dengan
bekerja dan menghasilkan rizki untuk bekal beribadah kepada Allah, sementara
disela-sela kesibukannya mencari rizki, ia memperoleh kebaikan yang banyak
dalam urusan agamanya demikian pula memperoleh keselamatan agamanya.
Dan
tanda-tanda seseorang ditempatkan Allah dalam maqam tajrid adalah tetapnya dia dalam kenikmatan
melaksanakan ibadah kepada Allah selama ketajridannya, dan hatinya menjadi
semakin bersih dan suci karena tidak tercemar oleh pergaulan maupun mencemari
pergaulan. Demikian pula dapat dilihat akan keselamatan hatinya dari pengaruh
buruk atau sebaliknya sedangkan dirinya semakin kuat keyakinan dan
ketawakalannya kepada Allah. Dan pula tanda seseorang ditempatkan oleh Allah
dalam suatu maqam
maka Allah akan melanggengkan orang itu dalam keadaan tersebut dan ia
mendapatkan apa yang dimaksudkan yaitu beberapa anugerah ilahiyah dan kelezatan
beribadah kepada Tuhannya.
Sesungguhnya
sebagian dari kebiasaan musuh (syaithan) adalah bahwasanya ia
mendatangimu di tempat di mana Allah memposisikanmu pada tempat/maqam itu. Kemudian ia
(syaitan) menjadikan maqam itu terlihat buruk bagimu sehingga engkau
menginginkan untuk berpindah dari maqam
yang diberikan Allah kepada maqam
yang lain. Demikian pula ia selalu membisikkan ajakan ke dalam hatimu dan
mengacaukan semua waktumu semisal ia mendatangi ahli asbab (orang yang bekerja). Kemudian ia
berkata, ‘seandainya engkau mau meninggalkan bekerja dan engkau mahu berpindah
ke maqam tajrid niscaya bersinarlah
kepadamu beberapa cahaya / nuur
dan akan suci bersihlah hati dan asrarmu.
Padahal
hamba ini sebenarnya tidak menghendaki yang demikian / bertajrid . dan pula
sebenarnya tidaklah ia mampu untuk berada di maqam tajrid. Akan tetapi yang baik baginya
sebenarnya adalah berada di maqam asbab
yang kemudian ia tinggalkan untuk berpindah ke maqam tajrid. Dengan kepindahannya
itu maka menjadi goyahlah imannya dan hilanglah qana’ahnya serta ia menghadapkan dirinya
kepada mengharapkan sesuatu dari makhluq sampai ia mengkhawatirkan urusan
rizkinya. Maka tercampaklah ia ke lautan dosa dan sememangnya beginilah maksud
dari musuh / syaithan kepadanya. Karena sesungguhnya ia / syaithan
mendatanginya dalam rupa seorang penasihat yang baik sebagaimana ia telah
datang juga kepada datuk kita Nabi Adam AS sebagaimana yang difirmankan Allah
SWT di dalam kitab Al-Qur’aanul Kariim ,”A’udzu
biLlaahiminassyaithaanirrajiim BismilLaahirRahmaanirRahiim, Wa qaala maa
nahaakumaa rabbukumaa ‘an haadzihissajarat illa an takuuna malakaini au
takuunaa minal khaalidiin. Wa qaasamaahumaa innyy lakumaa laminannaashihiin”.
Yang artinya “Dan syaithan
berkata, ‘Tiadalah Tuhanmu melarang kamu sekalian dari pohon ini, kecuali
engkau akan menjadi malaikat karenanya atau engkau akan menjadi kekal (di Dalam
surga)’, Dan Iblis bersumpah kepada keduanya, ‘Sesungguhnya aku adalah memberi
nasihat kepadamu’.
Demikian
pula syaithan mendatangi orang yang mutajarrid
(menempuh jalan tajrid) dan berkatalah syaithan kepada
mereka, “Sampai kapan engkau meninggalkan maqam
asbab ? apakah engkau tidak mengetahui bahwasanya meningga;kan maqam asbab akan
menyebabkan hati menginginkan apa saja yang di tangan manusia, dan dapat
membukakan pintu tamak?”.
“Jika saja engkau mau memasuki makam asbab
maka engkau tiada akan tamak kepada apa yang ada di tangan manusia. Bahkan
oeang lain akan menantikan pemberian Allah melalui dirimu”.
Padahal
hamba ini ketika masih di maqam
tajrid waktunya sangat indah dipergunakan untuk mengabdi
kepada Tuhan, dan bersinarlah nuur
di dalam hatinya, dan hatinya menjadi lapang serta senggang karena ia terputus
dari makhluk. Demikian terus menerus syaithan membisikinya sehingga
berpindahlah ia ke maqam
asbab. Maka menjadi keruhlah hatinya, dan kegelapan menyelimuti
serta ia kembali pada aqal penempuhan perjalanannya. Oleh karena itu hendaknya
kita faham dan selalu memohon pertolongan allah karena barang siapa yang
berpegangan teguh kepada allah niscaya ditunjukkannyalah kita kepada jalan yang
lurus.
Adapun
maksud syaithan dari yang demikian ini adalah untuk menghalangi seorang hamba
dari ridha kepada
pemberian Allah. Dan tujuan syaithan juga untuk mengeluarkan
kita dari pilihan Allah kepada pilihannya.
Kondisi apasaja yang dipilihkan Allah bagi kita, maka
Allah akan selalu menyertai dengan pertolonganNya. Akan tetapi segala
sesuatu yang kita pilih untuk keinginan kita sendiri, maka Allah menyerahkan
urusannya kepada diri kita. Oelh karena itu katakanlah, “Rabby adkhilny mudkhala shidqin wa
akhrijny mukhraja shidqin waj ‘al ly milladunKa Shulthaanannashiira”. “Wahai Tuhanku, masukkanlah aku ke
tempat yang benar, dan keluarkanlah aku ke tempat keluar yang benar, dan
jadikanlah penolong untukku dari sisiMu’.
Yang dimaksud Mudkhala shidqin adalah
kondisi yang kita masuki dengan pemilihan Allah tidak dengan pilihan kita
sendiri. Demikian pula mukhraja
shidqin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar