Selasa, 20 Maret 2012

Enam Kekuatan yang Wajib Dimiliki Penguasa


SALAH satu penyakit hati adalah tamak, merasa tidak cukup dengan kedudukan atau  harta benda yang sudah dimilikinya. Tamak juga bisa muncul atas dorongan rasa gengsi yang berlebihan karena malu atau tidak suka seandainya ada orang lain yang mengungguli dirinya dari segala hal. Akhirnya segala jalan ditempuh, tanpa memperdulikan etika yang mengikatnya. Perkara yang haram pun dilakukannya demi mewujudkan obsesi keserakahannya.

Karakter seperti di atas hakikatnya bukanlah karakter yang menguntungkan, akan tetapi sebuah karakter yang justeru membawa kepada kerugian dan kesengsaraan hidup, terutama bagi pelakunya. Sejarah telah mencatat secara apik, bagaimana raja-raja atau kaum penguasa yang tamak dan rakus harus berakhir dengan kehinaan dan kesengsaraan.

Sebuah kisah menyebutkan, bahwa sahabat Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم), Abu Bakr Sidiq RA pernah mengatakan, "
Orang yang paling sengsara di dunia dan di akhirat adalah raja-raja atau penguasa." Orang-orang yang ada di sekelilingnya seraya bertanya, "Bagaimana hal itu bisa terjadi?" Lalu Abu Bakar RA menjawab: "Raja-raja kalau terus berkuasa akan merasa, bahwa apa yang sudah ada dalam tangannya belum cukup. Yang kelihatan olehnya ialah yang di tangan orang lain saja. Ajalnya datang pada saat dirinya berangan-angan. Perasaan belas-kasihan lama-lama menjadi kurang, hasad karena jatah bagiannya sedikit, benci atas kelebihan orang lain, mengeluh ketika dia mampu, kurang percaya terhadap orang lain, serupa dengan uap tengah hari yang disangka air oleh musafir, padahal cahaya terik, pada zahirnya gembira, padahal hatinya sengsara. Kelak bila umur sudah tiba, janji pun datang, hapuslah bayang-bayangnya. Ketika itu mulailah dia dihisab dan peluang untuk dimaafkan pun kecil." Lalu Abu Bakar menutup pembicaraannya dengan sebuah nasehat yang cukup bijak, "Janganlah benci kepada raja-raja, tetapi kasihanilah mereka."

Keterangan yang disampaikan  oleh sahabat yang pertama kali memeluk Islam di atas mengandung peringatan atau kritikan (saran) konstruktif. Terutama bagi penguasa supaya tidak lalai dalam melaksanakan amanah dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin. Gagal dalam merealisasikan amanahnya, maka kesengsaraan masal akan terjadi.
Muara kesengsaraan ini, tak lain adalah rendahnya moralitas sang pemimpin yang ditandai dengan watak-watak buruk yang sudah mendominasi jiwa dan hatinya, seperti sifat  rakus, dengki, angkuh, emosional, prasangka buruk, khianat, berdusta dan lain sebagainya.

Penguasa seperti inilah yang jiwanya sedang dirundung kesengsaraan.

Dalam kondisi jiwa (batin) seperti itu, maka sekurang-kurangnya sang penguasa  harus segera membangun enam kekuatan dalam jiwanya.

Pertama: Bertaubat. Yaitu kembali kepada jalan yang benar dengan disertai penyesalan, memohon ampun dan konsisten untuk memperbaiki dirinya.
Kedua: Syaja'ah (keberanian). Yaitu berani menegakan kebenaran dan takut pada kesalahan.
Ketiga: Iffah, yaitu pandai menjaga kehormatan batinnya.
Keempat: Hikmah, yaitu cerdas dalam mengambil rahasia dan pelajaran dari pengalaman hidupnya.
Kelima: Al-Adaalah, yaitu  bersikap adil walaupun kepada dirinya.
Keenam: Amanah, yaitu pemimpin yang senantiasa mengedepankan kejujuran dan pantang melakukan kebohongan. Termasuk amanah di sini adalah sungguh-sungguh dalam menunaikan janji-janji yang telah diucapkannya.

Dengan enam kekuatan tersebut, mudah-mudahan kesengsaraan batin sang raja dapat disembuhkan. Sehingga rakyatnya pun merasa lega dan bahagia. Wallahu al-Musta'an.*/
Imron Baehaqi, Lc. Penulis adalah Pengurus Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Malaysia, Bidang Dakwah dan Tarjih
Red: Cholis Akbar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar